Jumat, 27 Februari 2009

lanjutan kebahagiaan

Orang bijaksana mengatakan bahwa kebahagiaan tidak berasal dari luar diri, karena selama kita mengandalkan kebahagiaan kita pada faktor-faktor yang ada diluar diri maka kita akan senantiasa beralih-berpindah "channel" kebahagiaan terus menerus. Sebaliknya, kebahagiaan sesungguhnya berasal dari dalam diri kita sendiri, kitalah yang memutuskan apakah kita ingin berbahagia apapun "kejadian" yang terjadi pada kita -entah kemalangan atau keberuntungan- Pada saat kita meraih 4-Ta (harta, takhta, kata, cinta) yang setinggi-tingginya, boleh jadi kita tidak berbahagia; Karena sekaligus saat yang sama, bisa jadi justru kita merasa was-was dan khawatir akan kehilangan semuanya itu.
Oleh karena itu, pada saat telah berhasil meraih 4-TA yang tinggi, berbagilah, berilah manfaat bagi sebanyak mungkin orang alias menjadi mulia. Dengan menjadi sukses mulia, semoga sekaligus kita akan menjadi berbahagia.

Kamis, 26 Februari 2009

Kebahagiaan dan 4-TA

Banyak orang mengatakan dan berandai-andai mengenai kebahagiaan : betapa bahagianya saya, kalau saya mempunyai seorang isteri yang cantik, suami yang ganteng, kaya raya, memiliki anak-anak yang sholeh dan sholehah, pekerjaan yang sudah mapan, mobil mewah serie terbaru dan lain sebagainya.
Kalau saya boleh mengaitkan dengan konsep "meraih 4-TA" setinggi-tingginya (ukuran sukses) berarti kebahagiaan sama dengan sukses. Apabila saya belum berhasil meraih 4-TA yang tinggi apakah berarti saya belum bahagia? Apakah orang-orang yang berada dan berdomisili di bawah jembatan layang (tidak memiliki kartu identitas, karena tidak ada alamat tetap), mereka yang berprofesi sebagai pemulung, mereka yang menghuni rutan tidak berbahagia?
Marilah kita renungkan sejenak, dan kita lanjutkan besok.

Rabu, 25 Februari 2009

Kesadaran diri?

Sejauh mana Kesadaran menyertaiku?

Dalam perjalanan dari rumah di Bumi Serpong Damai menuju Kawasan Industri Cibitung pada pagi ini (Senin, 3 Nopember 2008), dalam situasi lalin yang padat cenderung macet (seperti biasa pada hari Senin, dimana banyak orang mengatakan “I hate Monday”) saya coba merenung tentang sejauh mana kesadaran menyertaiku?
Teringat cerita seorang teman, sekaligus boss sebuah group perusahaan menengah :
“Saya dilahirkan dalam keluarga yang berbahagia, sebagai salah seorang anak dalam keluarga besar – kakak-kakak – karena saya anak bungsu” Kehidupan saya serba berkecukupan, tetapi orang tua saya mendidik saya untuk tidak bergantung kepada kekayaan orang tua; Sekolah bahkan sampai menamatkan jenjang pendidikan S2 (master) di luar negeri senantiasa mendapatkan predikat “memuaskan”. Akan tetapi setelah saya “terjun” kedalam dunia yang “nyata” ternyata semua tidak memuaskan bagi saya, materi yang berlimpah, pendidikan formal yang relative tinggi, isteri dan anak-anak yang cantik dan ganteng, semuanya ternyata tidak dapat memuaskan saya; Karena saya – berkat usaha saya sendiri – dapat mencapai kehidupan yang berlimpah materi akhirnya membuat saya sulit menghargai orang lain. Karyawan saya tidak lebih dari sederetan angka-angka yang pada gilirannya akan menghasilkan kumpulan angka (nilai-nilai rupiah dan dollar) bagi saya. Pada hari ini (saat beliau bercerita pada saya di hari ultahnya itu) suatu bentuk kesadaran menghentak pikiran dan sanubari saya.
Pagi ini (dan sebetulnya setiap pagi-pagi dan sepanjang hari-hari yang lain, yang selalu luput dari perhatian dan kesadaran saya) Saiful (bukan nama sebenarnya), office boy yang telah 10 tahun ikut perusahaan saya, menyapa saya sambil mengulurkan tangan dan tersenyum (suatu senyum tulus yang belum pernah saya lihat, mungkin luput dari kesadaran saya selama ini) berucap “Selamat ulang tahun pak”. Office boy yang selama ini, tanpa diminta dan disuruh, selalu menawarkan “kebaikan” pada setiap karyawan dan bahkan orang lain yang datang ke perusahaan saya. Office boy yang selama ini, selalu menebar senyum meski mendapatkan “semprotan kemarahan” dari atasan-atasan yang merasa dirinya tinggi dan berkedudukan.
Pagi ini, dengan suatu bentuk kesadaran, saya belajar dari seorang office boy, bahwa hidup adalah bentuk penghayatan. Meski dengan upah yang sebatas UMR, dengan pendidikan yang hanya lulus SMP, dengan seorang isteri yang berprofesi guru dan anak yang masih bayi, sang office boy ternyata bukan hanya sebuah angka…..tetapi menjadi “guru kehidupan” saya hari ini.
Pagi ini, saya teringat bahwa selama ini, saya senantiasa menanggapi semua bentuk sapaan dengan dingin……… Kesadaran ini, membuat saya bertekad bahwa mulai hari ini saya akan “berbagi” perhatian, berbagi senyum bahkan untuk orang-orang kecil namun besar dalam “kesadaran”

Cerita ini, dalam perenungan sepanjang perjalanan pagi ini, membuat saya terhenyak dengan satu pertanyaan yang menohok kedalam sanubari saya : Sejauh mana kesadaran menyertaiku?
Pertanyaan demi pertanyaan bermain di kepala saya :
Siapakah saya ini? Makhluk ciptaan yang senantiasa mencari hakikat kehidupannya? Makhluk yang terdiri dari darah dan daging, tetapi lebih dari itu, memiliki otak dan hati yang kadang dipakai untuk berpikir dan berempati.
Untuk apa kehidupan saya selama ini?
Untuk membahagiakan orang-orang yang saya cintaikah? Siapakah orang-orang yang saya cintai itu? Kalau ternyata saya telah gagal, apakah kesadaran tidak menyertai langkah saya selama ini? Apakah saya melangkah dalam ketidaksadaran? Saat dimana saya mulai menggapai kehidupan dalam Hidayah Allah, saya bertanya ”Sampai kapan Engkau akan mencobai hambaMu ini ya Allah?”. Hati dan kesadaran (yang salah atau benar?) ini seakan memberontak.
Saat saya diingatkan bahwa ”Allah tidak akan mencobai umatNya melebihi kekuatannya” kembali hati ini bertanya seberapa besarkah kekuatan hamba? Apakah saya selama ini under estimate terhadap kekuatan saya? Ataukah saya selama ini tidak peduli terhadap orang lain, bahkan terhadap orang-orang yang mencintai saya?
Setelah semua yang terjadi pada saya saat ini, apakah saya masih layak untuk mencintai dan dicintai?
Kembali ke Rumah Kesadaran saya, apakah penyerahan diri kepada Kekuasaan Allah tidak mengingkari kodrat saya sebagai makhluk yang diberi akal budi? Seolah-olah tanggung jawab terhadap kehidupan saya adalah tanggung jawab Sang Pemberi Kehidupan?
Auk ah elllap...... capek juga mikirin, jalanin aja hidup ini.....(tapi kalau pakai prinsip air mengalir......saya kan gak mau kalau mengalirnya ke comberan atau ke septic tank)

Hamba Allah yang berusaha kembali ke Rumah Kesadaran.(dk)
Hari ini saya disentakkan oleh sebuah kesadaran bahwa untuk melakukan pembinaan kepada bawahan (bagian dari Leadership) haruslah dimulai dari "Self Awareness" alias kesadaran diri, pengenalan diri. Flashback ke masa-masa kuliah di filsafat dulu, kesadaran diri dimulai dari mengenali "who am I", siapa diri saya, darimana saya berasal, untuk apa kehidupan saya, kemana akhirnya saya akan pergi. Self awareness yang selama ini saya bagikan kepada setiap peserta "Bridge To Success" (BtoS) Seminar atau "Motivation Beyond Average" (MBA) Seminar saya ternyata telah saya lupakan selama ini. Saya lupa bermuhasabbah, lupa untuk kembali pada diri sendiri..... saya telah terlalu asyikk berkelana ke ranah orang lain sehingga lupa untuk "back to myself". Mengenali siapa diri saya berarti juga mengenali (SWOT analysis atau TOWS analysis) segi-segi kelemahan dan kelebihan saya, emosi-emosi (energi) negatif dan positif yang membentengi saya selama ini; Mengenali cara saya berespons terhadap emosi-emosi tersebut. Setelah saya mengenali diri dan menyadari diri, barulah saya seharusnya bergerak ke arah "motivasi" dan "inspirasi"; Saya dapat menjadi sumber motivasi (eksternal) dan inspirasi bagi orang lain (baca: anak buah, anak alamiah, anak batiniah dan anak-anak lainnya... pokoknya yang termasuk kategori anak bagi saya) apabila saya sudah ada "kesadaran diri". Saya akhiri renungan diri ini dengan do'a : "Ya Allah, berilah hambamu ini senantiasa kesadaran diri, agar dapat mengenali diri hamba yang sesungguhnya.... bahwa hamba hanyalah debu di mataMu Ya Allah... bahwa hamba hanyalah setetes air pada samudera pengetahuanMu Ya Allah.... Engkaulah Sang Maha Mengetahui"

Selasa, 24 Februari 2009

Crew pitstop

Kadang-kadang para crew di "pitstop" bisa bertingkah aneh-aneh, moody -memiliki suasana hati yang berubah-ubah- sehingga mempengaruhi kinerja kehidupannya. Ada saat-saat dimana "crew" yang bertugas memproses "pikiran" sedang error sehingga memproduksi pikiran-pikiran yang juga error, atau saat-saat dimana "crew" yang bertugas "mencerna" makanan yang masuk sedang "ngadat" sehingga makanan yang masuk tidak dicerna dengan sempurna akibatnya tidak menjadi vitamin yang menyehatkan malah menyakitkan. Oleh karena itu, saya mencoba meng-harmonisasikan para crew saya, agar semuanya dapat saling mendukung dan bekerjasama dengan baik untuk mencapai garis finish kehidupan.

Minggu, 22 Februari 2009

Menyambung tentang "pitstop kehidupan", bila kita melihat para pembalap mobil F-1 pada saat mereka memasuki area pitstop, mereka akan istirahat sejenak dan membiarkan para crew yang bekerja.... ada yang memeriksa bahan bakar, ada yang memeriksa ban, ada yang memeriksa pelumas dan sebagainya.... mereka bekerja sama secara harmonis sehingga dalam waktu yang sangat singkat mereka dapat menghasilkan kinerja yang optimal. Bayangkan bila saat itu, ada diantara crew misalnya saja yang memeriksa bahan bakar bekerja secara asal-asalan tidak memperhatikan kerjasama team dan mau seenaknya sendiri..... dapat dipastikan mobil tersebut akan berhenti entah pada lap keberapa karena kehabisan bahan bakar.
Demikian juga didalam kehidupan kita, semua unsur dalam tubuh kita harus bekerja sama secara optimal dan saling mendukung (panca indera, organ dalam, organ luar lainnya).... Nah, bagaimana didalam kehidupan sosial dan pekerjaan kita? dalam rumah tangga kita? Bila ada salah satu bagian/orang yang "njeleneh", mau suka-sukanya sendiri.... tidak memperhatikan norma-norma, aturan-aturan, kebiasaan yang ada.... tentunya tidak akan terjadi kerjasama. Dan akibatnya..... tujuan bersama tidak akan tercapai.
Jadi, yok kita lakukan "pitstop kehidupan", berhenti sejenak, bermuhasabbah..... dan membiarkan para crew melakukan pekerjaannya.

Jumat, 20 Februari 2009

Baru-baru ini, laptop saya kena serangan "virus" yang entah muncul dari mana? Berkat energi positif teman di bagian EDP/IT, maka laptop saya di format ulang dan di install ulang. Cukup banyak virus yang terdapat didalamnya, sehingga data-data yang ada perlu di simpan ditempat lain terlebih dahulu. Demikian juga dengan kehidupan kita, adakalanya virus-virus kehidupan menyelinap didalam rumah kita, mengganggu kehidupan kita, menyebabkan penyakit bagi kita, terkadang ada luka-luka disana - entah luka fisik, ataupun luka batin -. Disaat kita menyadari bahwa ada virus yang telah menyelinap, maka sebelum kehidupan kita jadi "ngehang" alangkah baiknya kita "me-reformat, me-reinstall" kehidupan kita. Kita tata ulang kembali, kita susun kembali data-data yang masih terselamatkan. Insya'Allah kebahagiaan akan kembali diraih, karena "happiness come from the inside-out", kebahagiaan muncul dari dalam diri kita; adalah sesuatu yang keliru apabila kita mencari kebahagiaan pada faktor-faktor yang ada diluar diri kita. Mari kita lakukan pitstop kehidupan, biarkan masing-masing bagian menjalankan tugasnya (montir memeriksa mesin, tukang olie menambah olie dan BBM, tukang ban memeriksa ban dlsbnya); demikian juga dengan kehidupan kita.

Hidup ini harus dinikmati.... jangan terlalu tegang, karena sebuah gelang karet pun apabila diregang terlalu keras akan putus. Ada waktu dimana dalam kehidupan kita, kita perlu berhenti sejenak "bermuhasabbah", "retreat" yang intinya adalah kita melakukan "pitstop" kehidupan. Seperti pembalap mobil formula-1, pada lap tertentu mereka melakukan pitstop, untuk ganti ban, periksa olie, tambah bahan bakar dan sebagainya. Kita perlu melakukan pitstop kehidupan agar kita "aware" terhadap apa yang sedang, sudah dan akan kita lakukan.

Intan anakku, keluargamu sudah bertambah besar dengan masuknya kamu kedalam suatu keluarga besar lain.... beda latar belakang, beda budaya, beda kebiasaan..... belajarlah dari kehidupan.... satu-satunya guru besar kita. Karena semua orang besar, belajar dari kehidupan dan biasanya karena "loving and caring" yang menjiwai fisik, nurani dan pikiran mereka. Apapun yang mereka lakukan, ingatlah bahwa semuanya dilakukan karena kami mencintaimu, menyayangimu dan ingin melihat kamu berdua dapat berdiri tegak, megah dan berani.... hadapi kehidupan ini.
Ternyata tanpa sadar waktu berlalu begitu cepat..... saya teringat akan lagu rohani yang (kalau nggak salah judulnya "Andai kutahu") mengingatkan kita bahwa kita nggak pernah tahu jalannya waktu.... oleh karenanya berbuat baiklah sebanyak-banyaknya selama kita hidup ini. Apa yang kita perbuat itu jugalah yang akan kembali kepada kita (ini prinsip Hukum Kekekalan Energi), bila kita menebar energi positif maka positif kembali kepada kita demikian juga sebaliknya. Anak-anakku, kalian generasi ke-3 dari Aki Nana, senantiasalah menebarkan energi positif kepada sekeliling kalian.... seperti kata aa Gym.... mulai dari yang kecil, mulailah dari keluarga kalian masing-masing. Menjadi rukun satu sama lain, berbakti kepada orang tua yang telah menyayangi kalian tanpa berharap balasan. Seandainya kalian mau berhitung, mulai dari setiap tetes air susu ibu kalian, waktu-waktu bangun tengah malam, sampai pada usaha jatuh bangun ayah kalian - tetesan air mata, bahkan kadangkala bangun dari tidur karena tersentak mimpi siangnya habis dicaci maki boss - itu adalah bagian dari kasih sayang orang tua, yang hanya berharap agar anak-anaknya minimal menjadi anak yang sholeh dan sholehah, syukur-syukur bisa menjadi mulia dan memberi manfaat bagi banyak orang.

Kadangkala saya lupa bahwa segala sesuatu berasal dari rumah, berawal dari keluarga. Membuka kembali album-album lawas, membuat saya tersentak dari tidur panjang.... saya telah lupa dengan keluarga besar yang selama ini (entah karena kerasnya, entah karena tidak peduliannya, entah karena terlalu perhatiannya.... dan seribu entah lainnya) telah ikut memberikan pengaruh dalam kehidupan masa-masa paruh baya saya.

Saya mencoba mengubah strategi untuk perwujudan bintang terang saya "Sampai dengan tahun 2017, mendirikan/menginspirasi/mengaspirasi/berkontribusi sekolah komunitas gratis, untuk 10.000 orang siswa di seluruh Indonesia" dengan lebih banyak memberikan proyek-proyek "epos/energi positif" bagi sekolah-sekolah/pesantren/lembaga kursus/foundation.... siapapun yang ingin terlibat dalam "multi level kebaikan". Salah satunya adalah sekolah pesantren/panti asuhan milik seorang teman-guru, kakak saya di Bogor.

Hampir dua tahun lalu, saya mengantarkan mas Jamil, mas Indra (dari Kubik), bang Ical (sang pelopor sekolah alam) untuk bertemu dengan mas Baharuddin (sang Penggagas Community Schooling disebuah desa kecil di Salatiga, Jawa Tengah) untuk belajar bagaimana bentuk dari community schooling (yang mungkin saja menjadi sarana untuk perwujudan bintang terang saya). Tetapi kenyataan ternyata tak semudah yang dibayangkan.... banyak orangtua disekitar saya yang masih terikat pada selembar ijazah formal yang dikeluarkan oleh sekolah formal dan ternama.

Masihkah tangan ini mampu untuk membersihkan wajah papa yang terkulai lesu ditempat tidur? Sementara tangan inipun saat ini sudah sulit mengangkat dirinya? Betapa pengorbanan yang telah kau berikan bagi kami - papa, anak-anak dan bahkan cucu-cucu - sementara kami tak mampu berbuat apapun. Maafkan kami, anak-anakmu ma; Mungkin mama cuma ingin sekedar peluk cium dari kami, biarlah sementara lewat doa kami titip peluk cium kami. Cepat sembuh ya ma, agar hari-hari papa dapat jadi ceria kembali, meskipun papa sudah sulit mengekspresikannya.

Anakku, saat ini aku hanya bisa termenung (bertolak belakang dengan hal yang selama ini aku ajarkan..... tuk selalu tersenyum), tak berdaya.... untuk membantu, memberikan belaian kasih, bahkan sepotong kata serta senyum yang tulus ikhlas kepada kedua orangtua.... opa dan oma kalian yang sedang terbaring ditempat tidur.... tak berdaya apa-apa. Terngiang ditelinga ini, nyanyian yang kadangkala kau nyanyikan: "Bila kuingat lelah, ayah bunda, bunda piara-piara akan daku...sehingga aku besarlah. Waktu kukecil hidupku amatlah senang......" Apa yang dapat kuberikan sekarang? Kadangkala terbersit rasa salah, tak kuasa membendung air mata yang perlahan menetes membasahi pipi yang juga sudah mulai mengeriput.

Kamis, 19 Februari 2009


Dalam salah satu bagian training, seorang sahabat-guru-inspirator saya mas Jamil Azzaini menyebutkan mengenai "senyum 227" yang kemudian kepada anak terkecil sayapun saya tularkan, agar senantiasa memberikan senyum 227 kepada siapapun yang ditemui. Alhamdulillah, Anty mulai memberikan senyumnya kepada siapapun yang ditemui... mencoba berbagi cinta dan kasih sayang diusianya yang sebelia itu. Kadangkala saya malu dengan diri saya sendiri.... yang senantiasa mengajarkan/menginspirasi orang lain agar senantiasa memberikan senyum 227 bukannya senyum SOP atau selebar gaji.... namun saya ternyata masih kalah dalam impelementasi dengan ketulusan anak terkecil saya.

aku bebaaaassss


Hari demi hari kau tumbuh kembang semakin lucu, pintar dan menggemaskan. Terkadang tingkah lakumu menjengkelkan, mulai banyak protes dan protes terhadap apa yang kami katakan. Kamu sudah mulai bisa membantah bila disuruh makan, mandi ataupun tidur. Tetapi dibalik bantahanmu, kami melihat potret masa kecil kami. Dan saat ini menghadapi kakek dan nenekmu yang sedang terbaring tanpa daya ditempat tidur rumah sakit, seolah merefleksikan kembali keberadaan kami pada saat kami kecil dulu...... Betapa dengan penuh kasih dan cinta, kakek dan nenekmu menunggui kami, orangtuamu kini, bila kami dalam keadaan panas dan demam. Dan betapa kakek dan nenekmu cemas melihat kaki kami berdarah bila terjatuh. Melihat kami mulai menjadi "malas makan", mereka cemas dan menakuti kami..... kalau kami sakit, nanti ada dokter yang suntik..... hahahaha...... Kini kami melakukan hal yang sama terhadapmu, anakku. Sementara kakek dan nenekmu yang terbaring lesu, seolah memanggil nurani kami, kemana kalian..... anak-anakku dikala kami butuh perhatian dan belaian kalian. Saat mengingat ini, kami hanya dapat meneteskan air mata..... dan dengarlah untaian nada dari Melly Goeslaw dalam "Bunda"

Hari-hari ini adalah warna-warni kebahagiaan, dengan lahirnya sang buah hati kedunia ini, wujud cinta kasih dan kepercayaan yang telah diberikan oleh Allah, karena sesungguhnya anak adalah titipan dari Tuhan.... yang harus dijaga, dirawat, dikembangkan sebagai wujud tanggung jawab terhadap titipanNYA. Anakku, kelahiranmu menjadi tonggak sejarah baru dalam kehidupan keluarga kita. Kelahiranmu adalah tanda kasih sayang dan cinta, yang kau bawa dalam kehidupan kami. Semoga kami dapat merawat buah cinta ini dengan sebaik-baiknya.


semasa kecil ditimang

Belajar jadi Pembelajar Sukses Mulia

Hidup tidak hanya untuk sekedar menjalani kehidupan, karena hidup haruslah diisi dengan ibadah. Tujuan kehidupan untuk sukses, meraih 4-TA (harta, takhta, kata dan cinta) yang setinggi-tingginya. So what? Sesudah 4-TA diraih, akan digunakan untuk apa sih? Saya belajar untuk menjadi berguna dan bermanfaat bagi sebanyak mungkin orang (dalam arti ini hidup saya menjadi "mulia", memberi manfaat bagi orang lain).
Dan perjalanan ke arah Pembelajar Sukses Mulia pun dimulai......