Selasa, 14 Juni 2011

Pembelajar SuksesMulia punya sayap

Kita semua punya sayap

Kita semua punya sayap,

Tetapi mengapa ada yang bisa terbang tinggi bagaikan rajawali

Ada yang bisa terbang meskipun hanya terbang rendah bagi burung-burung camar

Ada yang bisa terbang –sebenarnya bisa dikatakan meloncat-loncat seperti ayam

Tetapi ada pula yang meski punya sayap sepanjang hidupnya hanya mampu melata

Apa yang membedakan mereka?

Yang bisa terbang tinggi bagai rajawali :

  1. Mereka memiliki pendamping yang mampu “melebarkan” sayap mereka
  2. Mereka memiliki “mindset” rajawali, bahwa mereka adalah rajawali yang mampu terbang tinggi di angkasa kehidupan.
  3. Mereka senantiasa berusaha dan berlatih untuk terbang lebih tinggi dan lebih tinggi lagi serta memperkuat dan melebarkan sayap-sayap mereka.
  4. Selanjutnya…..?

Yang hanya terbang rendah bagai burung camar:

  1. Mereka “believe” bahwa sayap mereka pendek dan tidak bisa terbang tinggi.
  2. Pendamping dan orang yang berada disekeliling mereka memberikan keyakinan bahwa mereka hanya bisa terbang rendah.
  3. Mereka tidak membiasakan diri berlatih dan berusaha untuk terbang lebih tinggi.
  4. Selanjutnya……?

Yang hanya meloncat-loncat seperti ayam:

  1. Karena mereka biasa hidup dan dibesarkan ditengah-tengah lingkungan ayam, sehingga “believe system” mereka mengatakan bahwa mereka adalah ayam yang tidak bisa terbang.
  2. Mereka dibiasakan untuk mengais-ngais makanan dan melihat kebawah (tanah) mencari makanan.
  3. Mereka dibiasakan menjadi “ayam aduan”, saling berkelahi dan mematuk.
  4. Selanjutnya……?

Yang sepanjang hidupnya hanya “melata” :

  1. Mereka tidak menyadari bahwa mereka memiliki sayap.
  2. Lingkungan mereka telah mematahkan sayap-sayap mereka.
  3. Selanjutnya….?

Sahabat, sesungguhnya kita semua punya sayap, jadi mari bersama kita singkirkan “mindset” yang menghalangi kita untuk terbang tinggi bagai rajawali. Temukanlah orang-orang di sekitar Anda yang dapat dan mau membantu “melebarkan” sayap-sayap Anda.

Sabtu, 12 Maret 2011

Berbagi di Citarik


Beberapa bulan terakhir saya menjalani nikmatnya berbagi kehidupan SuksesMulia bersama dengan banyak teman, sahabat dari beragam jenis perusahaan di Citarik: sambil bermain, rafting bersama memetik manfaat dan pembelajaran.... semuanya dalam rangka menuju Indonesia SuksesMulia. Itulah yang dapat dilakukan oleh seorang Pembelajarsuksesmulia.
Salam SuksesMulia

Rabu, 14 Juli 2010

I'll be back soon

Sahabat tercinta, satu semester saya absen meng"update" blog "Pembelajar SuksesMulia" saya ini sehingga banyak teman-teman yang protes pada saya; Oleh karena itu saya berjanji akan mulai updating blog ini di hari-hari mendatang.... so don't go away, I'll be back soon.
Salam Cinta dari saya.

Pembelajar Sukses Mulia: Pembelajar Sukses Mulia: Pembelajar Sukses Mulia Membangun Jembatan I: Paradigma

Pembelajar Sukses Mulia: Pembelajar Sukses Mulia: Pembelajar Sukses Mulia Membangun Jembatan I: Paradigma

Selasa, 30 Juni 2009

Belajar dari rajawali

ENAM PELAJARAN DARI RAJAWALI TENTANG KEPEMIMPINAN

RAJAWALI ADALAH MAKHLUK CIPTAAN TUHAN YANG SANGAT INDAH. SEEKOR RAJAWALI DEWASA MEMILIKI TINGGI BADAN SEKITAR 90 CM, DAN BENTANGAN SAYAP SEPANJANG 2M. IA MEMBANGUN SARANGNYA DI PUNCAK-PUNCAK GUNUNG. SARANG ITU SANGAT BESAR SEHINGGA MANUSIA PUN DAPAT TIDUR DIDALAMNYA. SARANG ITU BERATNYA BISA MENCAPAI 700 KG DAN SANGAT NYAMAN.

PELAJARAN I
SEMUA BAYI RAJAWALI HARUS BELAJAR UNTUK TERBANG

Di atas puncak gunung yang tinggi, telur rajawali menetas dan muncullah bayi rajawali. Seperti layaknya bayi yang lain, hanya ada dua hal yang sangat disukai oleh bayi rajawali ini untuk dilakukan, yaitu makan dan tidur. Bayi rajawali akan menghabis kan masa-masa pertamanya di dunia di dalam sarangnya yang nyaman. Setiap hari, induk rajawali mencarikan makanan untuk bayinya dan menyuapi mulut bayi yang sudah terbuka untuk menerima makanan. Dengan perut kenyang, bayi itu tidur kembali. Hal itu berlangsung berulang-ulang dalam hidupnya. Siklus ini berjalan beberapa minggu, sampai pada suatu hari, induk rajawali ini terbang dan hanya berputar-putar di atas sarangnya memperhatikan anaknya yang ada didalamnya. Kali ini tanpa makanan.

Setelah berputar beberapa kali, induk rajawali akan terbang dengan kecepatan tinggi menuju sarangnya, ditabraknya sarang itu dan digoncang-goncangkannya. Kemudian ia merenggut anaknya dari sarang dan dibawanya terbang tinggi. Kemudian, secara tiba-tiba, ia menjatuhkan bayi rajawali dari ketinggian. Bayi ini berusaha terbang, tapi gagal. Beberapa saat jatuh melayang ke bawah mendekati batu-batu karang, induk rajawali ini dengan cepat meraih anaknya kembali dan dibawa terbang tinggi. Setelah itu, dilepaskannya pegangan itu dan anaknya jatuh lagi. Tapi sebelum anaknya menyentuh daratan, ia mengangkatnya kembali. Hal ini dilakukan berulang-ulang, setiap hari. Hingga hanya dalam waktu satu minggu anaknya sudah banyak belajar, dan mulai memperhatikan bagaimana induknya terbang.Dalam jangka waktu itu, sayap anak rajawali sudah kuat dan ia pun mulai bisa terbang.

MAKNA PELAJARAN I :

Banyak orang seperti bayi rajawali ini. Terlalu nyaman di dalam sarangnya (hidup dalam comfort zone). Kita tinggal menunggu disuapi (dengan tugas-tugas, dengan “makanan” spiritual/ rohani), tidak berusaha “menjemput bola” dan aktif mencari. Kemudian pulang dari aktivitas selanjutnya “tidur” lagi, dan hidup tidak berubah. Baru setelah beban-beban berat (stress dan depresi) menindih, kita merasakan “lapar” dan butuh diisi makanan. Hal ini berlangsung terus menerus berulang-ulang tanpa ada pertumbuhan mental – psikologis dalam hidup kita. Sampai suatu saat, sesuatu “cobaan” terjadi didalam hidup kita, sarang digoncangkan dengan keras, dan kita tidak tahu apa yang harus dilakukan. Kita mulai menyalahkan faktor-faktor yang ada diluar kita (atasan, rekan kerja, orang tua dll), bahkan tidak jarang menyalahkan Tuhan, “Tuhan jahat, Tuhan tidak adil!....”

Jika kita mengalami masalah, rintangan, cobaan, godaan berarti kita sedang dilatih untuk bisa lebih dewasa lagi, agar kita bisa siap untuk terbang. Akan sia-sia menjadi rajawali kalau dia tidak bisa terbang.

Sebagai seorang “pemimpin” tidak akan membiarkan bawahan nya jatuh tergeletak, tetapi seperti induk rajawali, pada saat kritis, ia menyambar anaknya untuk diangkat kembali. Masa- masa sukar akan selalu ada di depan kita, tetapi dengan komitmen dan hasrat kita akan menemukan diri kita selalu penuh harapan, karena kita sedang merentangkan sayap, kita sedang belajar terbang! Lewat masalah-masalah, rintangan- rintangan ......... Kita belajar untuk terbang, kita belajar untuk mengepakkan sayap kita.

PELAJARAN II
RAJAWALI DICIPTAKAN UNTUK TINGGAL DI TEMPAT TINGGI

Berbeda dengan jenis burung lainnya, rajawali diciptakan untuk terbang di tempat-tempat yang tinggi, jauh dari pandangan mata telanjang dan jauh dari jangkauan para pemburu. Burung rajawali memiliki keunikan, jika ia berada di alam bebas, akan menjadi burung yang paling bersih di antara burung-burung lainnya, tapi jika dia berada di dalam “penjara” dan terikat, ia akan menjadi burung yang paling kotor (hal ini dikarenakan rajawali mengkonsumsi makanan yang berbeda dengan burung lainnya)

Pepatah mengatakan “you are what you eat” , sebagai seorang pemimpin harus bisa memberikan delegasi kepada bawahan, untuk terbang pada ketinggian alam bebas (bisa memperguna kan “helicopter view”.... Melihat dari ketinggian)

PELAJARAN III
RAJAWALI TIDAK TERBANG, TAPI MELAYANG

Rajawali tidak terbang seperti layaknya burung-burung yang lain, mereka terbang dengan mengepak-ngepakkan sayapnya dengan kekuatan sendiri. Tapi yang dilakukan rajawali ialah melayang dengan anggun, membuka lebar-lebar kedua sayap nya dan menggunakan kekuatan angin untuk mendorong tubuhnya. Yang membuat rajawali sangat spesial ialah ia tahu betul waktu yang tepat untuk meluncur terbang. Ia berdiam di atas puncak gunung karang, membaca keadaan angin, dan pada saat yang dirasa tepat, ia mengepakkan sayapnya untuk mendorong terbang, lalu membuka sayapnya lebar-lebar untuk kemudian melayang dengan menggunakan kekuatan angin itu.

Seringkali kita “terbang” dengan kekuatan kita sendiri, alhasil kita menemui banyak kelelahan, kekecewaan dan kepahitan dalam hidup ini. Tetapi belajar dari rajawali, kita mau untuk “terbang” melintasi kehidupan ini dengan mengandalkan kehadiran “orang lain” (interdependency) Angin juga menggambarkan kesulitan-kesulitan hidup, yang kadangkala menjadi badai “tzunami”. Bagi rajawali, badai adalah media yang tepat untuk belajar menguatkan sayapnya. Dia terbang menembus badai itu, melayang didalamnya, melatih sayapnya untuk lebih kuat lagi. Cobaan dan rintangan seharusnya kita syukuri, karena saat itulah yang tepat bagi kita untuk mempergunakan cobaan dan rintangan sebagai media untuk menguatkan sayap- sayap “kepribadian” kita.

PELAJARAN IV
RAJAWALI MEMILIKI WAKTU KHUSUS UNTUK PEMBAHARUAN

Ketika rajawali berumur 60 tahun, ia memasuki periode pembaharuan. Seekor rajawali akan mencari tempat tinggi dan ter sembunyi di puncak gunung. Ia berdiam disitu, membiarkan bulu-bulunya rontok satu demi satu. Rajawali ini mengalami keadaan yang menyakitkan dan sangat mengenaskan selama kira-kira 1 tahun. Ia menunggu dengan sabar selama proses ini berlangsung, dan setiap hari ia membiarkan sinar matahari menyinari tubuhnya untuk mempercepat proses penyembuhan nya. Melalui proses ini, bulu-bulu barupun tumbuh, dan rajawali menerima kekuatan yang baru sehingga ia mampu untuk bertahan hidup hingga umur 120 tahun, seperti normal nya rajawali hidup.

Seperti rajawali, kita perlu memiliki waktu-waktu khusus (pitstop kehidupan) untuk proses pembaharuan dalam hidup ini. Membiarkan hal-hal lama yang tidak berguna lagi “rontok” dan menantikan dengan sabar pemulihan dan pembaharuan terjadi.

Saat-saat tertentu dalam hidup kita dapat kita pergunakan untuk meningkatkan “KP” (Kemampuan Produksi atau Production Capability – istilah Steven Covey) kita, melakukan dialog secara vertikal dengan Sang Pencipta ......... Merencanakan kehidupan yang baru, membuang cara hidup yang lama.

PELAJARAN V
RAJAWALI JUGA KADANG-KADANG SAKIT

Ketika rajawali mengalami sakit di tubuhnya, ia terbang ke suatu tempat yang sangat disukainya,dimana ia dengan leluasa dapat menikmati sinar matahari. Karena sinar matahari memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan rajawali, dan juga merupakan obat paling mujarab baginya.

Ketika kita sakit, baik itu sakit secara fisik, psikologis, mental, rohani, ekonomi, rumah tangga, pekerjaan, kemana kita akan “pergi” untuk menggapai kesembuhan atas sakit-sakit tersebut?

Ketika rajawali menikmati sinar matahari untuk kesembuhannya, obat apa yang kita cari untuk kesembuhan kita?

PELAJARAN VI
SETIAP BURUNG RAJAWALI PASTI MATI

Ketika rajawali berada dalam keadaan mendekati waktu kematiannya, ia terbang ke tempat yang paling disukainya, di atas gunung, menutupi tubuhnya dengan kedua sayapnya, me mandang ke arah terbitnya matahari, lalu......mati.

Kemana arah mata dan hati kita akan kita tujukan pada saat kematian akan menjelang? Mati secara fisik, psikologis, mental emosional, rohani, ekonomi, rumah tangga, pekerjaan ........ Kemana mata dan hati kita akan diarahkan?

Pada saat “kain kafan” menutupi tubuh, model “kain kafan” apa yang akan dikenakan pada kita?

Selasa, 28 April 2009

2 ekor burung pipit dan anak burung ketilang

“TUHAN, jadikanlah aku seperti burung pipit yang tetap ingin menolong anak burung kutilang, walaupun dia tahu bahwa anak burung kutilang itu bukanlah anaknya dan lebih besar darinya”

Kemarin putri saya (4 tahun) menemukan seekor anak burung nyemplok di pagar teras rumah. Bu De (pembantu kami) memasukkannya ke dalam sangkar yang sudah lama kosong dan diberi air minum serta makanan burung. Tadi pagi anak saya ingin melihat anak burung itu. Dia minta saya menurunkan sangkar burung yang letaknya tidak terjangkau olehnya. Anak burung itu masih hidup. Kepalanya masih botak belum sempurna ditutupi oleh bulu. Lemas. Kelihatannya tidak makan dan minum. Mungkin belum tahu caranya minum dan makan dari tempat yang sudah tersedia dalam sangkar.
Dari ciri-cirinya mungkin anak burung itu sejenis burung kutilang. Tapi bagaimana dia sampai nyemplok di pagar teras rumah kami? Bu De bilang, “Itu mungkin anak burung pipit yang jatuh dari sarangnya di pohon mangga”. Memang di halaman depan rumah kami tumbuh subur pohon mangga. Burung pipit selalu bersarang di sana. Ada 3 hingga 4 sarang burung pipit di pohon itu. Tapi, anak burung itu bukan anak burung pipit. Tubuhnya terlalu besar, paruhnya terlalu runcing dan bulunya terlalu lebar dan panjang. Warnanya juga agak kuning. Suaranya juga lebih berat daripada suara burung pipit. Lebih mirip anak burung kutilang.
Rasanya agak mustahil kalau anak burung itu terbang dari sarangnya dari tempat jauh. Terbangnya belum sempurna. Anak saya saja dapat menangkapnya. Tidak ada pohon atau semak di sekitar rumah yang cocok jadi tempat burung kutilang bersarang. Induk burung kutilang pun jarang di sekitar rumah. Jika induknya ada di sekitar rumah, biasanya akan ribut mencari anaknya.
Anak saya berusaha menyuapi anak burung itu dengan air minum dan makanan burung. Namun nampaknya sia-sia. Anak burung itu malah kelihatan tersiksa. Dan kalau terus begitu, kelihatannya akan mati.
Mungkin lebih baik dilepas saja. Di alam bebas anak burung itu akan belajar bertahan hidup. Tubuhnya akan lebih kuat. Bulu dan sayapnya akan lebih kuat untuk dapat terbang sempurna. Dan mudah-mudahan induknya menghampiri. Saya coba membantunya agar nyemplok di ranting pohon mangga. Berkali-kali saya bantu, berkali-kali pula jatuh kembali. Akhirnya saya coba melemparkannya ke atas dengan lembut. Ternyata dia mengepakkan sayapnya dan berhasil menjangkau ranting pohon mangga.
Ketika proses mengepakkan sayap itu dan mencoba mendarat di sebuah ranting itulah dua ekor burung pipit terbang menghampirinya. Sambil bersuit-suit lembut burung pipit itu seolah-olah mengajari anak burung kutilang itu bagaimana caranya terbang dan mendarat dengan mulus. Kedua ekor burung pipit itu bergantian lompat sana lompat sini sambil berkicau di sekitar burung kutilang. Mungkin mereka mencoba berkomunikasi dengan caranya sendiri.
Anak burung kutilang itu kelihatannya menikmati komunikasi itu. Sayapnya dikibas-kibaskan dan tubuhnya seperti diguncang-guncangkan. Persis seperti anak saya ketika menyambut saya atau istri saya pulang kerja.
Demikianlah, sedikit demi sedikit anak burung kutilang itu melompat-lompat kecil sambil mencoba terbang pendek. Beberapa saat kemudian terlindung di antara daun mangga yang rindang dan akhirnya tidak kelihatan. Saya pun tidak melihatnya lagi. Suaranya masih sesekali terdengar dari antara rimbunnya pohon mangga. Saling bergantian antara kicauan burung pipit dan anak burung kutilang.
Saya duduk termenung di kursi taman yang ada di bawah pohon mangga. TUHAN telah berbicara kepada saya lewat anak burung kutilang dan dua ekor burung pipit itu.
Beberapa jenis burung memang ada yang menitipkan telurnya ke dalam sarang burung jenis lain agar ditetaskan. Tidak jelas alasannya. Mungkin saja burung tersebut tidak dapat membuat sarang sendiri, malas membangun sarang, suhu tubuhnya tidak cocok untuk mengerami telurnya, atau mungkin tidak mau repot dengan urusan mengerami telur hingga membesarkan anak. Tetapi sepanjang pengetahuan saya, burung kutilang tidak termasuk jenis burung yang berkarakter “titip telur”. Burung kutilang membuat sarang sendiri dan mengerami serta merawat anak sendiri. Sarangnya cukup nyaman, walaupun tidak senyaman sarang burung pipit apalagi sarang burung manyar.
Burung yang dititipin telur mengerami telur titipan hingga menetas dan bahkan hingga sanggup mandiri. Burung induk semang itu kemungkinan besar tahu bahwa telur tersebut bukan telurnya. TUHAN mengaruniakan insting yang tajam bagi ciptaanNya. Ukuran dan warnanya saja kebanyakan berbeda jauh dari telurnya sendiri. Tetapi kenapa burung induk semang itu tetap mengerami telur dan merawatnya hingga dewasa?
Beberapa jenis burung penitip telur bahkan menyingkirkan telur asli burung induk semang agar telurnya sendiri muat dalam sarang. Sebagian di antaranya bahkan memecahkan telur asli tersebut dan menyedot isinya. Sangat egois dan sadis. Tetapi burung induk semang memaafkannya. Dia tetap mengerami telur tersebut, membolak-balikkannya agar panas tubuhnya merata di setiap permukaan telur. Bahkan ada telur tertentu yang harus dijaga posisi atas dan bawah jangan sampai terbalik.
Sama seperti ayam yang mengerami dan menetaskan telur bebek. Ayam mungkin tahu bahwa ukuran telur bebek itu bukan ukuran telurnya sendiri. Warnanya pun lebih biru dan baunya pun lebih menyengat. Waktu eramnya pun seminggu lebih lama dari telurnya sendiri. Tetapi ayam tetap mengerami dan menetaskannya.
Ketika anak bebek menetas, ayam pun sudah tahu bahwa suara anak bebek itu lebih cerewet, paruhnya lebih pipih dan bulunya lebih halus. Bahkan ketika suka berenang daripada mengais, ayam pun mungkin tahu bahwa anak itu anak bebek, bukan anak ayam. Tapi adakah induk ayam yang menelantarkan anak bebek yang ditetaskannya? Atau, adakah induk ayam yang dendam kepada induk bebek sehingga menabuh genderang perang permusuhan? Sepanjang sejarah peradaban belum ada cerita atau dongeng yang mengisahkan dendam kesumat induk ayam kepada induk bebek. Sebaliknya, tidak ada pula kisah tentang ungkapan terimakasih induk bebek kepada induk ayam yang telah membuat regenarasi bebek berlangsung hingga kini.
Merenungkan hal tersebut di atas, ingin rasanya saya mengucapkan doa seperti doa pembuka di atas. Burung pipit itu tetap tulus membantu anak burung kutilang itu bertahan mengarungi kehidupan. Walaupun kedua burung pipit itu sudah mendengar suara (bahasa) yang berbeda, ukuran tubuh yang lebih besar, bulu dan sayap yang lebih lebar dan panjang. Burung pipit tetap setia, ikhlas, tulus.
Bukankah manusia cenderung memilih-milih teman yang ingin diajak kerjasama atau untuk ditolong? Deretan check list berikut selalu muncul dalam pikiran kita: seagamakah, sesukukah, sedarahkah, dan lain sebagainya.
Tidak ada jaminan anak burung kutilang itu akan bertahan hidup atau tidak. Tetapi burung pipit yang kecil telah menunjukkan kebesarannya dengan menolong burung kutilang yang lebih besar agar berjuang mengarungi kehidupan.
Selamat berjuang anak burung kutilang!
Terimakasih burung pipit yang telah menjadi media TUHAN menunjukkan kasihNya!
Puji Syukur TUHAN yang telah menyapaku hari ini.
Posted by Nasun Datpan Dita at 4/16/2009 04:03:00 PM 0 comments
Labels: menolong tanpa pamrih