Senin, 16 Maret 2009

Jembatan 2 Komitmen 100%

PEMBELAJAR SUKSES MULIA MEMBANGUN JEMBATAN
Jembatan 2 : Komitmen 100%

Dalam profesi saya, seringkali pada waktu rekrutmen, “kandidat” menyatakan komitmen mereka untuk bersedia ditempatkan dimanapun…. Tetapi setelah dijalani, mulai muncul protes, ketidaksanggupan, penolakan, ketidakdisiplinan dan lain sebagainya. Muncul kesan bahwa komitmen (persetujuan) awal itu hanyalah sebagai “ikrar sesaat” agar diterima bekerja….. selanjutnya…..”kumaha engke, gimana nanti”
John F.Kennedy mengatakan “Jangan tanya apa yang diberikan oleh negara terhadapmu tetapi tanyakan apa yang dapat kau berikan pada negara”, kalau kita dengar kembali perkataan ini, kita sungguh harus malu, belum melakukan apapun…. Kita sudah bertanya (mengeluarkan manajemen USA) “untuk saya apa”, gaji saya berapa, apa yang akan saya dapatkan setelah melakukannya? Disiplin gak jalan, produktivitas jongkok, aktivitas jalan di tempat.
Demikian juga dalam kehidupan sehari-hari di rumah, di masyarakat, organisasi sosial, organisasi keagamaan, komitmen dan persetujuan yang kita berikan hanya sebatas di mulut, tetapi setelah turun ke perut apalagi hati segala sesuatu berubah; Komitmen yang telah diberikan bisa berubah, karena tumpukan lembaran rupiah persetujuan bisa luntur dan hilang. Komitmen anak terhadap orang tua (untuk membantu pekerjaan di rumah, membersihkan kamar sendiri dll), komitmen orang tua terhadap anak (untuk saling mengasihi, memberi waktu yang seimbang untuk anak-anak dll), komitmen RT kepada warga untuk memberikan pelayanan tanpa pamrih, komitmen warga terhadap RT yang dipilihnya sendiri….. pada akhirnya komitmen dari pelaksana Negara tertinggi kepada warga masyarakatnya dan komtimen masyarakat terhadap kepala negaranya.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah “apakah bangsa kita ini tidak memiliki komitmen?”, silahkan Anda menjawabnya sendiri. Kalau saya akan menjawab, masalahnya bukan tidak ada komitmen melainkan komitmen tersebut tidak turun ke perut dan hati; Artinya bila saya telah memberikan komitmen ingin mengabdi bagi Negara ini, meskipun sebagai PNS gaji saya hanya cukup untuk memenuhi kehidupan minimal (yang penting kebutuhan perut terpenuhi) maka saya berkewajiban melaksanakan “amanah” pekerjaan saya sebaik-baiknya. Bila saya melakukannya dengan “hati” yang tulus ikhlas, maka seberat apapun tugas yang dibebankan akan saya jalani dengan hati yang gembira. Demikian juga seharusnya di level organisasi, kelompok masyarakat, rumah tangga (sebagai bagian terkecil dari Negara dan bangsa)
Jangan-jangan kita ini hanya bangsa yang bisanya hanya “komat-kamit” sehingga sebutir batu ditambah “komat-kamit” telah mampu mendatangkan ribuan orang (gejala apa ini? Apakah memang masyarakat kita ini sudah demikian bodoh dan tidak logis?); Setelah “ponari-isme” maka di tempat lain muncul “beringin-isme” yang mengeluarkan “air mata menangis” yang dipercaya bahwa air tersebut mampu menyembuhkan segala macam penyakit. Sementara orang yang dengan niat baik ingin membagi hartanya, bersedekah, beramal secara massal malah dipersalahkan; Lalu orang-orang yang memunculkan “beringin-isme, ponari-isme” pertanggung-jawabannya dimana?
Inikah nasib bangsa ini? Yang senantiasa menjual dan membeli “mimpi” ? Kapan bangun dari mimpi panjang ini? Tahun 1945, bangsa ini memerdekakan diri melalui lautan air mata dan darah, setelah 64 tahun kemudian malah “memenjarakan dirinya” kepada “mimpi”, hidup bagaikan zombie tanpa ruh dan nyawa. Tahun 1945, Jepang hancur lebur karena pengeboman Hiroshima dan Nagasaki, setelah 64 tahun kemudian muncul menjadi kekuatan ekonomi besar dunia! (nota bene mereka tidak memiliki sumber daya alam, bandingkan denga Negara kita yang kaya raya melimpah segala jenis sumber daya alam)
Masihkah kita cukupkan diri kita hanya dengan “komat-kamit”? atau mulai saat ini kita bangun komitmen bersama, untuk melakukan perubahan…. Mulai dari diri sendiri, mulai dari hal-hal kecil…. Menuju suatu perubahan besar dan mendasar. Komitmen 100% !!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar