Rabu, 04 Maret 2009

Toxic Leader atau Vampir Emosi

Toxic Leader
Pagi ini, saat suasana pagi cerah cenderung gerah karena panas mentari sangat terik, saya nikmati perjalanan dari rumah ke kantor (BSD ke Daan Mogot, Tangerang) dengan mendengarkan Smart FM. Pembicara pagi ini adalah pakar Kecerdasan Emosional, Anthony Dio Martin, salah satu pembicara favorit saya. Beliau bicara tentang Toxic Leader.
Beberapa hal yang sempat saya tangkap adalah mengenai ciri-ciri Toxic Leader yang dapat kita kenali :
Manajemennya bergaya “Totem Pole” (saya mendengarnya seperti itu), pengertian saya istilah totem itu biasanya dilekatkan pada atribut-atribut pemimpin suku Indian. Menurut salah seorang teman, sahabat, guru saya, mas Jamil Azzaini, manajemen seperti itu disebut menggunakan filosofi katak melompat. Toxic Leader ini biasanya senantiasa menyalahkan sekelilingnya, rekan kerjanya, anak buahnya atas sesuatu yang berjalan dengan tidak semestinya. Ada teman yang sangat dekat dengan saya mengistilahkan tipe pemimpin seperti ini sebagai “Pontius Pilatus” yaitu orang yang mencuci tangannya ketika Nabi Isa akan disalibkan. Pemimpin ini adalah pemimpin yang tidak mau mengambil tanggung jawab, gaya manajemen “lempar batu sembunyi tangan”
Toxic Leader menimbulkan suasana kerja yang tidak menyenangkan, membuat resah, jenuh dan apatis bagi kelompok kerjanya bahkan juga kelompok kerja lainnya ikut tertular. Mereka menjadi “drakula emosi/vampire emosi” yang menghisap emosi dari sekelilingnya, sehingga membuat orang lain menjadi capek, lelah berhubungan dengan dia; Akibatnya juga, orang lain seringkali menghindari berhubungan dengannya.
Toxic Leader menuntut “blind loyalty”, mempergunakan “management by pokoke” (istilah saya sendiri), pokoknya apa yang saya mau harus diikuti, keinginan saya tidak boleh ditolak. Loyalitas yang diharapkan dari anak buahnya adalah loyalitas buta.
Toxic Leader menciptakan rasa bersalah dari orang lain (istilahnya emotional blackmail), sehingga anak buah tidak pernah berani mengambil keputusan karena takut salah; Bila kesalahan telah terjadi, pemimpin beracun ini akan terus menerus mengingat-ingat dan sulit membangkitkan kembali semangat anak buahnya.
Toxic Leader dapat meningkatkan produktivitas, sayangnya hanya jangka pendek, untuk jangka panjang dia menyebabkan Turn Over menjadi tinggi. Dia tidak dapat membangun semangat kerja team, cenderung membuat orang gerah dan saling curiga; Seperti kupu-kupu dia akan terbang kesana-kemari untuk menyebarkan cerita (seringnya cerita jelek) terkadang malah menimbulkan fitnah.
Toxic Leader seringkali menggunakan kalimat-kalimat ganda (bias), fogging word (berkabut). Bila dia melakukan kesalahan, dia akan membela diri dengan mengatakan “maksud saya bukan begitu” dan kalimat semacam itu. Ibarat melihat didalam kabut, orang akan sulit melihat dengan jelas.
Toxic Leader akan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya. Bila strategi (6 cara diatas) tidak berhasil, maka dia akan mempergunakan cara-cara yang tidak halal alias haram secara hukum, yang penting tujuannya dapat tercapai, “berapapun harganya” emang gue pikirin, begitu prinsipnya.

Bagaimana cara menghadapinya?
“Never fight frontally”, jangan dilawan secara langsung, karena biasanya toxic leader ini seringkali cukup dekat dengan atasan dari atasan langsung bahkan owner (dalam filosofi katak melompat, dia senang “menjilat” atasan); Karena dia orangnya sangat ambisius, maka sedapat mungkin “penuhi ambisinya”, tetapi perlahan-lahan cobalah menyebarkan emosi positif kepadanya (sekali lagi ingat jangan frontal, pakailah kalau perlu jalan memutar…. Yang penting tujuan akhir dapat dicapai, untuk memperbaikinya)
Kita harus mengarahkan energi kita fokuskan pada pekerjaan-pekerjaan, jangan pada orangnya, karena bagi Toxic Leader dia akan menganggap anda sebagai musuh ketimbang kawan, bila anda “menyerang” orangnya.
Saya ingat petuah orang tua saya, pergunakanlah “filosofi main layang-layang”, tarik ulur agar tali layangan nggak putus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar